Kesulitan Ekonomi, Mengapa Harus Bercerai?

Uang bukan segalanya dalam kehidupan berumah tangga, namun jika tidak memiliki uang, bisa memicu munculnya sejumlah persoalan serius. Sulitnya mendapatkan lapangan kerja, banyaknya PHK, tuntutan biaya hidup yang semakin meningkat, kenaikan harga kebutuhan pokok, pengurangan subsidi BBM dan TDL dari pemerintah, pengaruh gaya hidup hedonis, dan lain sebagainya, menjadi daftar panjang persoalan ekonomi keluarga.

Dari waktu ke waktu, alasan perceraian karena masalah ekonomi selalu didapatkan di berbagai daerah. Jika beberapa waktu lalu sudah saya posting perselingkuhan sebagai penyebab perceraian, kali ini saya coba ungkap ekonomi sebagai penyebab perceraian. Beberapa berita online bisa menggambarkan masalah yang sedang dihadapi oleh keluarga di Indonesia dari segi ekonomi.

******************

Berita Pertama

TRIBUNNEWS.COM, Kota Malang -– Angka perceraian di Kota Malang pada tahun 2013 terbilang tinggi. Kepala Humas PA Kota Malang, Munasik mengatakan, dari total perceraian itu, sebagian besar berupa kasus cerai gugat dari pihak istri. “Dalam kurun waktu lima tahun ini, angka percerain terus meningkat. Paling banyak cerai gugat yang diajukan oleh pihak perempuan,” kata Munasik.

Ia menjelaskan, perkara cerai tersebut kebanyakan alasan ekonomi. Menurutnya, banyak istri yang menggugat cerai suaminya karena sudah tidak mendapatkan nafkah ekonomi dari suami.

Berita Kedua

TEMPO.CO, Kabupaten Malang – Sebanyak 7.354 pasangan suami istri di Kabupaten Malang bercerai sepanjang tahun 2012. Temuan itu disampaikan Unggul Hudoyo, peneliti Badan Pelayanan Bantuan Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (BPBH UMM). Dari hasil penelitian diketahui, mayoritas perceraian dipicu masalah perekonomian.

Berita Ketiga

BANDUNG, (PRLM).- Penyebab perceraian karena faktor ekonomi di Pengadilan Agama Bandung sejak tahun 2008 terus meningkat. Pakar psikologi dari Unisba, Umar Yusuf mengatakan, faktor ekonomi sebagai penyebab perceraian biasanya mengambil bentuk perbedaan pendapatan antara suami dan istri atau suami tidak bekerja. “Perceraian karena faktor ekonomi itu masalah yang biasa, seperti beda pendapatan, misalnya. Dimana dalam hal ini istri berpenghasilan lebih besar dari suami, atau di sisi lain, sang suami itu tidak kerja,” katanya.

Umar menambahkan, perceraian tidak perlu terjadi apabila kedua pihak dapat berkomunikasi dengan baik. “Yang tidak kerja pun sebenarnya belum berarti tidak memiliki uang. Sebenarnya, tinggal komunikasikan ke keluarga, karena rezeki sebenarnya ada di tangan Tuhan, dan semuanya sudah diatur seperti skenario. Tinggal kita menjalaninya,” katanya.

Salah seorang yang pernah mengalami kasus perceraian, Dewi mengatakan, awal mulanya dirinya bercerai karena mantan suaminya dulu tidak bekerja, sehingga mengakibatkan ketidakharmonisan. Dewi menambahkan, pada awalnya dia tidak memiliki masalah, ketika suaminya tidak bekerja. “Cuman kesini-sini jadi banyak terjadi ketidakharmonisan. Malah saya melihat suami saya menjadi tidak bertanggung jawab, dan saya juga perlu biaya hidup untuk masa depan anak. Kalau terus lihat suami saya seperti itu, bagaimana kelangsungan keluarga saya,” katanya.

Berita Keempat

BLORA – Keterbatasan ekonomi keluarga, menjadi penyebab utama terjadinya perceraian di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Faktor yang mengutamakan uang di atas segalanya itu, berada di urutan teratas dalam daftar gugatan yang diajukan. Ketua Pengadilan Agama Blora Nurul MH mengatakan perceraian, merupakan salah satu problematika di dalam rumah tangga. Baik bagi pasangan yang sudah membina bahtera rumah tangga belasan atau puluhan tahun, maupun yang baru seumur jagung.

Nurul menambahkan, masyarakat yang mengajukan gugatan cerai didominasi faktor ekonomi. Baik itu dari pihak pria maupun dari pihak perempuannya, meminta cerai karena kurang dalam pemenuhan kebutuhan lahir.

******************
Kesulitan ekonomi masih menjadi persoalan yang rentan melahirkan perceraian. Namun bukan hanya kekurangan uang yang bisa memunculkan persoalan rumah tangga, terlalu banyak uang juga bisa memunculkan persoalan. Penghasilan istri lebih tinggi dari suami juga bisa menjadi persoalan. Suami menganggur, istri bekerja, juga bisa memunculkan persoalan. Jadi pokok masalah sesungguhnya adalah sikap hidup. Bukan soal jumlah uang dalam keluarga.

Persoalan hidup berumah tangga —apapun bentuknya— sesungguhnya bisa diselesaikan dengan baik, selama kedua belah pihak memiliki itikad baik untuk menyelesaikannya. Yang menyebabkan persoalan ekonomi berkembang menjadi masalah serius hingga mengakibatkan perceraian adalah ketidaksediaan atau ketidakmauan atau keengganan pasangan suami istri untuk mencari solusi bersama. Sikap memenangkan ego masing-masing semakin memperuncing permasalahan keluarga. Istri menuding dan menyalahkan suami yang dianggap tidak bertanggung jawab. Suami yang merasa terhina semakin menunjukkan sikap tidak peduli dan seakan ingin membuktikan bahwa “karena kamu menuduhku tidak bertanggung jawab maka aku akan bersikap tidak bertanggung jawab sebagaimana tuduhanmu”.

Jika saja masing-masing bisa menundukkan egonya, bersedia duduk berdua, melepas segala emosi dan amarahnya, maka insyaallah akan ketemu solusi yang bisa memperbaiki kondisi ekonomi mereka. Yang diperlukan adalah sejumlah sikap positif dalam menghadapi persoalan ekonomi keluarga. Jangan saling menyalahkan, jangan saling mencaci maki, jangan saling menuduh, jangan saling emosi, Duduklah dengan sikap tenang dan damai. Semua persoalan bisa diselesaikan sepanjang suami dan istri mau menyelesaikannya.

Ada sepuluh sikap positif yang perlu dimiliki oleh suami dan istri dalam menghadapi persoalan ekonomi. Insyaallah akan saya posting besok pagi.
Sumber: http://sosbud.kompasiana.com/2015/04/20/kesulitan-ekonomi-mengapa-harus-bercerai-739370.html

Posting Komentar untuk "Kesulitan Ekonomi, Mengapa Harus Bercerai?"